Bienvenido a España!!
Akhirnya aku berada di tanah dimana Islam pernah berjaya dan memegang amanah selama 800 tahun lamanya. Tanah dimana seorang thariq bin ziyad memerintahkan pasukan untuk membakar kapalnya, dan ketika pasukannya bingung dan bertanya-tanya akan perintahnya, dengan lantang thariq bin ziyad berkata “tidak ada jalan untuk melarikan diri! Laut di belakang kalian, dan musuh di depan kalian, Demi Allah, tidak ada yang dapat kalian sekarang lakukan kecuali bersungguh-sungguh penuh keikhlasan dan kesabaran."
Kata-kata yang menghadirkan awal kisah kegemilangan islam di Eropa selama delapan abad. Tanah dimana berkembangnya peradaban bersumber dari islam yang bahkan pengaruhnya membawa Eropa kepada kemajuan yang lebih komplek, terutama dalam kemajuan intelektual. Tanah dimana juga terjadi pemurtadan dan inkuisisi besar-besaran kaum muslim yang terkenal dengan nama “Spanish inkuisition” efek dari kekalahan bangsa islam. “Spanyol penuh sejarah....” gumanku dalam hati.
Dari tempatku berdiri, sayup-sayup lantunan qomat terdengar pelan dan lirih. Padahal jarakku berdiri dengan masjid tidak sampai lima meter. Bahkan sebenarnya aku agak sedikit terkejut ternyata dibelakangku adalah sebuah masjid. Lantunan yang pelan itu mengajakku segera memasuki ruangan yang lebih mirip dengan bangunan rumah tua untuk melaksanakan ibadah sholat dzuhur.Aku berlari-lari kecil agar aku dapat bagian shaf terdepan. Dan alhamdulillah setelah berwudu akhirnya kudapatkan keistimewaan ada di shaff terdepan karena memang hanya beberapa yang datang untuk berjamaah.
Selesai berjamaah kulihat lagi sekeliling masjid yang menurutku aneh. Masjid dengan nama Mosqi bertempat di distrik salah satu kota di Sevilla memang masih terlihat bersih walaupun sempit. Tapi tidak terlihat layaknya masjid-masjid di Indonesia. Mirip bangunan rumah yang sudah beumur. Ketika sedang asiknya memperhatikan bangunan yang lebih layak dinamakan rumah kuno ini tiba –tiba ada yang menyentuh pundakku dari belakang seraya berucap salam.
“assalamualaikum warahmatullah wabarokatuh”
“Walaikumsalam warahmatullah wabarokatuh” sambil membalikkan badan, kujawab salam orang yang menyentuh pundakku.
“Maaf mengagetkan. Siapakah gerangan saudara? Sedari tadi terlihat penasaran memperhatikan masjid ini. Dan darimana asal saudara, sepertinya saudara bukan dari negeri ini.” Tanya seorang pemuda berumur kurang lebih tiga puluh tahunan. Beliau seakan-akan sudah mengenal dengan baik dan bisa menebak apa yang kufikirkan.
“oh iya Pak, tidak apa-apa, saya penasaran saja dengan bentuk masjid yang aneh, tidak seperti di Negara saya. Saya Zaki. Dari Indonesia. Dan saya disini sebagai pelajar di Universitas De Sevilla, kebetulan tadi lewat daerah sini.” jawabku dengan menggunakan dialog bahasa spanyol. Aku sudah fasih sejak dari kuliah dulu.
“Indonesia??? Subhanallah... negara dengan komunitas Islam terbesar di Dunia. Perkenalkan, nama saya Estado Degro. Oh iya, kalau tidak keberatan apakah saudara bersedia untuk berbincang sambil beristirahat dengan teman-teman muslim sambil merundingkan apa yang terjadi di tempat ibadah kita ini?.”
“iya, dengan senang hati” jawabku
Beliau mengajakku menuju serambi pojok masjid yang ternyata ada ruangan kecil ukuran empat kali tiga meter tempat menyimpan Alquran dan buku-buku Islam. Ruangan ini juga terlihat seperti tempat pertemuan. Di ruangan tersebut ternyata ada sepuluh orang. “Orang-orang yang tadi dalam jamaah “ lirihku memandangi muka-muka mereka yang sepertinya sedang membahas hal penting.
“assalamualaikum warahmatullah wabarokatuh”
“Walaikumsalam warahmatullah wabarokatuh, jawab mereka.
“silakah duduk saudara” salah satu mempersilahkanku. Sebelumnya mohon maaf kami mengajak saudara untuk ikut dalam forum ini, kami tidak bermaksud jahat, kami disini sedang mendiskusikan keberlangsungan masjid ini” kata orang yang berada disampingnya
“memang kenapa dengan masjid ini?” tanyaku penasaran.
setelah menghela nafas panjang, kemudian orang yang mengajakku untuk bergabung pun menceritakan
“akan saya ceritakan dari awal agar anda mengerti apa yang terjadi. Sebenarnya dua belas tahun yang lalu masjid ini dulunya adalah sebuah rumah kosong milik seorang pengusaha di distrik ini. Yang kemudian disewa seorang pemuda muslim bernama Tuan Abdullah dan diserahkan kepada masyarakat muslim di kota ini untuk digunakan sebagai tempat ibadah. Selama delapan tahun masyarakat muslim di kota ini bisa tenang menjalankan ibadah. Karena selain pengusaha pemilik rumah yang tidak begitu memperdulikan, tuan Abdullah juga senantiasa melunasi sewa-sewa setiap tahunnya."
"Tuan Abdullah tahu bahwa warga muslim yang ada di kota ini rata-rata pendatang dan muallaf yang dilihat dari segi perekonomian bisa dikatakan kelas bawah. Selama melunasi biaya sewa, Tuan Abdullah juga mempunyai keinginan untuk membeli tanah sekaligus bangunannya yang nantinya digunakan untuk tempat beribadah. Kami juga ikut menabung dari hasil usaha-usaha kami untuk membantu Tuan Abdullah walaupun penghasilan kami bbisa dikatakan sangat kecil, jauh dengan penghasilan beliau yang mata pencahariannya sebagai pedagang.”
Cerita itu membuatku kagum dengan orang yang bernama Abdullah. Begitu besar dedikasinya untuk Islam. Sebelum aku bertanya ada dimana sekarang Tuan Abdullah, Estado Degro sudah menjelaskan dahulu apa yang terjadi selanjutnya. Setelah mengambil nafas sebentar Estado Degro melanjutkan ceritanya,
“Tetapi keinginan kami untuk membeli seakan-akan hanya menjadi sebuah harapan kosong ketika beliau meninggalkan kami untuk selamanya dua tahun yang lalu. Tuan Abdullah menghembuskan nafas yang terakhir di ruangan ini sambil memegang sebuah Alquran dan sebuah catatan kecil bertuliskan TETAP LANJUTKAN DAKWAH ISLAM DI TANAH INI, SAMPAI TITIK DARAH PENGHABISAN. INSYAALLAH ALLAH BERSAMA ORANG-ORANG YANG SABAR DAN TABAH. Delapan tahun kami mengenal, kami baru tahu ternyata selain membiayai kontrakannya sendiri dan bangunan tempat ibadah ini setiap tahunnya, beliau juga mengidap penyakit leukimia. Beliau harus membiayai perawatannya sendiri dan setiap bulan harus cuci darah agar tetap bisa melanjutkan hidupnya. Beliau tidak pernah bercerita kepada kami. Kami juga tdak pernah curiga karena selama ini beliau terlihat sehat dan semangat, bahkan sering memberikan kajian-kajian di masjid ini, dan beliau selalu tampak tersenyum. Kami tahu dari nota-nota yang selama ini disimpannya Tentu itu bukan biaya yang murah.”
Aku hampir meneteskan air mata mendengar cerita itu. Betapa luar biasanya orang ini,aku merasa malu dihadapan_NYA karena selama ini aku yang masih terlihat sangat sehat masih merasa tidak mempunyai peran dan kontribusi apapun dalam kemajuan dakwah Islam.
“setelah meninggalnya beliau, ibadah kami serasa dihantui, karena selain sudah tidak ada donatur tetap. Pengusaha yang mempunyai rumah ini sudah menyerahkan usahanya kepada anaknya, David Reyes. Dan ternyata anaknya sangat tidak suka dengan orang-orang seperti kami. Dia menaikkan biaya sewa setiap tahunya menjadi dua kali lipat. Bahkan untuk tahun keempat atau tahun ini biaya menjadi naik empat kali lipat. Uang tabungan kami dan uang Tuan Abdullah yang direncanakan untuk membeli tanah ini sudah habis untuk pembiayaan sewa tanah. Dan rencana David akan mengubah tempat ini menjadi sebuah diskotek.” Kata Estado Degro mengakhiri ceritanya
“Memang masih berapa bulan lagi batas habis peminjaman bangunan ini?”tanyaku kepadanya
“Tinggal lima hari lagi” jawab orang disampingku.
Aku kaget dengan jawabannya, betapa sulitnya orang-orang ini untuk sekedar melaksanakan ibadah bersama. Sangat berbeda dengan kondisi diIndonesia yang setiap tempat ada masjidnya, bahkan di kampungku setiap gang hampir pasti ada tempat ibadah untuk orang-orang Islam. Tapi dengan kondisi seperti itu malah terlihat banyak masjid di kampungnya yang terlihat sepi akan syiar Islam.
“Mengapa tidak dilaporkan kepada pemerintah setempat? Setahu saya Negara ini masih menghormati pemeluk agama lain.” Cerocosku
“Saudara, Kota kami adalah Kota pinggiran di Sevilla. Pemerintah setempat tidak terlalu memperhatikan orang-orang seperti kami. Sangat sulit mengharapkan campur tangan pemerintah dalam hal ini.” kata jose vila, seorang muallaf yang ternyata dulunya berasal dari Madrid. Ibukota Spanyol
“Apakah kalian tidak mencari pinjaman untuk membeli tanah dan bangunan ini?” tanyaku kepada mereka yang langsung disambut keheningan. Tidak ada satupun yang menjawab, lama bagiku menunggu jawaban mereka sampai aku tersadar mengapa mereka tidak menjawab. Aku baru teringat kalau orang-orang muslim disini adalah orang-orang yang mempunyai tingkat ekonomi kelas bawah. Selain karena ketidakmampuan, Tentu orang tidak akan percaya dan tidak akan mau memberi pinjaman dana besar yang belum tentu bisa dikembalikan.
“Apa yang bisa aku bantu ?” tiba-tiba sebuah kalimat yang tanpa kusadari kukatakan dengan lirih dari mulutku, aku tidak tahu kenapa kata-kata itu keluar, aku seperti merasa ikut bertanggung jawab atas bangunan tua ini walaupun baru satu jam aku ada disini. “Apa yang aku bisa bantu untuk masjid ini?” sepatah kalimat yang hampir sama keluar lagi dari mulutku untuk memastikan kesanggupanku dan keseriusanku untuk memberikan bantuan.
“saudara zaki kan seorang pelajar, apakah saudara bersedia menghubungi teman-teman pelajar muslim yang ada di kampus anda, untuk membantu membicarakan masalah ini ke pemerintah daerah, siapa tahu bila pelajar yang berbicara, pemerintah bersedia setidaknya untuk mendengarkan.”
Perkataan dari Estado Degro seakan-akan langsung menusuk ke nuraniku. Aku seakan-akan menjadi orang yang sangat bertanggung-jawab dalam hal ini. Mungkin ada benarnya juga, siapa tahu kalau mahasiswa-mahasiswa dan pelajar muslim yang berbicara mungkin ada peluang didengarkan pemerintah daerah untuk menyelamatkan satu-satunya tempat ibadah orang muslim di daerah ini. “ah...betapa susahnya untuk sekedar beribadah” gumanku pelan.
“baiklah saya akan segera menghubungi untuk.....” belum selesai aku berbicara, tiba-tiba terdengar pintu masjid yang digedor cukup keras. Kami semua menuju keluar. Kami kaget ketika diluar melihat segerombolan orang yang mengaku polisi yang menurutku lebih mirip seperti satpam. Salah satu dari mereka yang sepertinya menjadi pimpinan menghadap kami dan berkata dengan kasar menyuruh kami segera meninggalkan masjid ini karena sebentar lagi masjid ini akan diratakan dengan tanah. Kami merasa tidak terima karena batas waktunya masih lima hari lagi. Kami berusaha menjelaskan, tetapi orang yang mengaku polisi itu seperti sudah diprogram untuk menolak segala argumen kami. Bahkan orang yang mengaku polisi itu juga menuduh kami organisasi teroris.
Kesabaranku mulai habis ketika salah satu dari mereka polisi-polisi itu mendorong jose villa, salah satu dari kami hingga terjatuh. Aku lansung menuju ke polisi itu untuk membalasnya. Tapi apa daya. Polisi itu memiliki tubuh yang lebih besar dan kuat. Tanpa perlawanan aku langsung dibekuk dan dijadikan bulan-bulanan polisi lainnya sampai aku terjatuh. Badanku terasa sakit semua. Tapi begitu melihat katrol menghancurkan masjid tersebut kemarahanku timbul lagi dan berusaha menghentikan mesin penghancur. Tapi begitu aku berdiri tiba-tiba sebuah kaki dari salah saatu polisi menendang kepalaku dan “aaaarrrrggghhhhhhhh....”
................................................................
Astaghfirullah...desahku dari tempat tidurku. “Allahumma inni auuzu bika min ‘amalisysyaithaani wa sayyiaatil ahlaami” segera doa mimpi buruk kulafalkan. Aku ternyata cuma bermimpi, mimpi buruk. Jam dinding masih menunjukkan jam tiga pagi. Kamarku masih terlihat berantakan dengan kertas-kertas Tugas Akhir. Kulihat komputerku juga masih menyala dan terlihat blog-blog bertuliskan berita tentang pelarangan suara pengeras adzan di masjid-masjid Eropa yang masih belum aku close dari dinding komputerku.
“Ternyata aku tadi malam ketiduran dan mungkin lupa berdoa” gumanku. Aku kemudian menuju kebelakang untuk mengambil wudu dan melaksanakan sholat malam. Dalam doaku selain mendoakan kedua orang tua dan keluargaku, mendoakan mimpi-mimpiku, mendoakan negaraku, aku juga berharap semoga muslim-muslim di Eropa senantiasa tabah dan lebih sabar dalam menghadapi cobaan.
Selesai sholat sambil menunggu adzan shubuh ku tata lagi kertas-kertas TA dan proposal pengajuan penelitian yang berantakan. Sembari kutata, kulihat kertas 20X30 cm yang tertempel didinding dan tertulis keinginan-keinginanku semenjak aku kuliah. Ada dua puluh lima keinginan yang sengaja kutulis. Di deretan nomor dua puluh lima tertulis keinginan yang membuatku tersenyum sendiri. Keinginan untuk segera lulus tahun ini dan melanjutkan studi di eropa. “aku harus semangat!!” kataku dalam hati. Sambil mengingat mimpiku, kuambil sebuah pensil dan kutulis sebuah keinginan baru di bawah keinginanku yang ke dua puluh lima.
“AKAN KUBANGUN MASJID DI TANAH SPANYOL”
No comments:
Post a Comment
apa saran anda?